Pahala untuk Lelaki dan Perempuan

Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan manusia terdiri dari pria dan wanita, dan membedakan masing-masingnya dengan kekhususan yang berbeda dari lainnya dalam tabiatnya dan kemampuannya; dan kecocokan atau keserasian itu tidaklah terjadi secara kebetulan, namun atas dasar ilmu dan pengetahuan Alloh Subhanahu wa Ta’ala.

Yang penting bagi pria adalah mencari rizki dan memberi belanja istri dan keluarganya. Dan tugas wanita adalah menyambut suaminya yang kecapaian dalam mencari rezeki agar hilang capeknya dan kembali semangat dan kesehatannya. Wanita pun adalah jalan untuk mendapatkan anak-anak, dan tugasnyalah untuk memeliharanya dengan baik di kala suaminya mencari rezeki di luar rumah.

Dan dari yang penting yang tidak bisa pria atau suami lakukan dengan sempurna adalah mencuci pakaian dan memasak makanan. Pun, tidak bisa mengandung dan menyusui, karena masing-masing memiliki peranannya sendiri-sendiri, seperti layaknya siang untuk bekerja dan malam untuk berteduh dan ketenangan, tidur dan istirahat.

Oleh karena itulah, bagi pria dan wanita, masing-masing mempunya peranan dalam kehidupan, maka jangan sampai satu dari keduanya mengerjakan tugas yang lainnya, karena itu tidak layak. Kalau terjadi maka hal itu akan bertentangan dengan fithrah yang telah ditetapkan atas wanita dan pria.

Lalu, bagaimana dengan pahala keduanya? Apakah pahala laki-laki lebih besar?

Pada suatu ketika, Asma’ binti Yazid bin Sakan, seorang shahabiyah yang dijuluki ‘juru bicara wanita’ mendatangi Rasululloh ShallAllaahu ‘Alaihi wa Sallam dan bertanya: “Wahai Rasululloh ShallAllaahu ‘Alaihi wa Sallam, sesungguhnya saya adalah utusan dari seluruh wanita muslimah yang di belakangku, seluruhnya mengatakan sebagaimana yang akan saya katakan, dan seluruhnya berpendapat sesuai pendapatku. Sesungguhnya Alloh Subhanahu wa Ta’ala mengutusmu bagi seluruh laki-laki dan wanita, kemudian kami beriman kepada Anda dan membai’at Anda. Adapun kami para wanita terkurung dan terbatas gerak langkah kami. Kami menjadi penyangga rumah tangga kaum lelaki, dan kami adalah tempat menunaikan syahwat mereka, kamilah yang mengandung anak-anak mereka… Akan tetapi, kaum lelaki mendapat keutamaan melebihi kami dengan sholat Jum’at, mengantarkan jenazah dan berjihad. Apabila mereka lekuar untuk berjihad, kamilah yang menjaga harta-harta mereka, mendidik anak-anak mereka, maka apakah kami juga mendapatkan pahala sebagiamana yang mereka dapat dengan amalan mereka?”

Mendengar pertanyaan tersebut, Rasululloh ShallAllaahu ‘Alaihi wa Sallam menoleh kepada para shahabatnya dan bersabda, yang artinya: “Pernahkah kalian mendengar pertanyaan seorang wanita tentang Dien (agama, red) yang lebih baik dari pada yang dia tanyakan?” Para shahabat menjawab, “Benar, kami belum pernah mendengarnya, ya Rasululloh.” Kemudian, Rasululloh ShallAllaahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, yang artinya: “Kembalilah wahai Asma’ dan beritahukanlah kepada para wanita yang berada di belakangmu bahwa perlakuan yang baik dari salah seorang di antara mereka kepada suaminya, dan meminta keridhaan suaminya, saatnya ia untuk mendapat persetujuannya, itu semua dapat mengimbangi seluruh amal yang kamu sebutkan yang dikerjakan oleh kaum lelaki” Maka, kembalilah Asma’ sambil bertahlil dan bertakbir merasa gembira dengan apa yang disabdakan Rasululloh ShallAllaahu ‘Alaihi wa Sallam. (Lihat Al-Isti’ab oleh Ibnu Abdil Barr dalam catatan pinggir Al-Ishabah IV/223)

UNTUK LEBIH LENGKAPNYA KLICK DISINI......

Bumi dan Langit Berlapis Tujuh

Di dalam Al-Qur’an Al-karim disebutkan bahwasanya Alloh Subhanahu wa Ta’ala menciptakan bumi berlapis tujuh, sebagaimana juga langit yang telah Alloh Subhanahu wa Ta’ala ciptakan berlapis tujuh.

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Alloh-lah yang menciptakan tujuh langit; dan seperti itu pula bumi. Perintah Alloh berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah maha berkuasa atas segala sesuatu dan sesungguhnya Alloh ilmuNya benar-benar meliputi segala sesuatu” (QS: Ath-Thalaq : 12)

Didalam hadits shahih disebutkan bahwa bumi berlapis tujuh, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari hadits no.2320 dan Muslim hadits no. 1610 dari Sa’id bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, yang artinya: “Barangsiapa mengambil sejengkal tanah (orang lain) secara zhalim, maka kelak Alloh himpitkan kepadanya pada hari kiamat (dengan) tujuh lapis bumi”

Di dalam kitab Shahihain (Bukhari no.2321 dan Muslim no.1612) juga tercantum hadits serupa itu dari Aisyah secara marfu.

(Sumber Rujukan: Fatawa Li Al- Lajnah Ad-Da’imah 1/63, Fatwa no. 8805 Di susun oleh Syaikh Ahmad Abdurrazzak Ad-Duwaisy, Darul Asimah Riyadh)

UNTUK LEBIH LENGKAPNYA KLICK DISINI......

Waspadalah Dari Thoghut

Thoghut adalah setiap yang disembah selain Alloh Subhanahu wa Ta’ala, ia rela dengan peribadatan yang dilakukan oleh penyembah atau pengikutnya, atau rela dengan keta’atan orang yang menta’atinya dalam hal maksiat kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya.

Alloh Subhanahu wa Ta’ala mengutus para Rasul agar memerintahkan kaumnya menyembah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala semata dan menjauhi segala bentuk thoghut. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (semata), dan jauhilah thoghut itu’.” (QS: An-Nahl: 36)

Bentuk thoghut itu amat banyak, tetapi pemimpin mereka ada lima, yaitu:
1.Setan.
Thoghut ini selalu menyeru beribadah kepada selain Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Dalil-nya adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu.” (QS: Yaasiin: 60)
2.Penguasa zhalim yang mengubah hukum-hukum Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Seperti peletak undang-undang yang tidak sejalan dengan Islam. Dalilnya adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang mengingkari orang-orang musyrik. Mereka membuat peraturan dan undang-undang yang tidak diridhai oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Alloh yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Alloh?” (QS: Asy-Syuuraa: 21)
3.Hakim yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Jika ia mempercayai bahwa hukum-hukum yang diturunkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala tidak sesuai lagi, atau dia membolehkan diberlakukannya hukum yang lain. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. (QS: Al-Maa’idah: 44)
4.Orang yang mengaku mengetahui ilmu ghaib selain Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Dalam hal ini Allah Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Katakanlah, ‘Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Alloh’.” (Qs: An-Naml: 65)
5.Seseorang atau sesuatu yang disembah dan diminta pertolongan oleh manusia selain Alloh Subhanahu wa Ta’ala, sedang ia rela dengan yang demikian.Dalilnya adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Dan barangsiapa di antara mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya aku adalah Tuhan selain Alloh’. Maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zhalim.” (QS: Al-Anbiyaa’: 29)

Setiap mukmin wajib mengingkari thaghut sehingga ia menjadi seorang mukmin yang lurus. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Karena itu, barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS: Al-Baqarah: 256)

Ayat ini merupakan dalil bahwa ibadah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala sama sekali tidak bermanfa’at, kecuali dengan menjauhi beribadah kepada selain-Nya. Rasululloh ShallAllahu’alaihi wa Sallam menegaskan hal ini dalam sabdanya, yang artinya: “Barangsiapa mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallah’, dan mengingkari apa yang disembah selain Alloh, maka haram atas harta dan darahnya”. (HR: Muslim)

(Sumber Rujukan: Al Firqotun Naajiyah, Syaikh Muhammad Jamil Zainu)

UNTUK LEBIH LENGKAPNYA KLICK DISINI......

Ada Apa Dengan Ucapan “sodaqollahul adzim”

Ucapan “sodaqollahul adzim” setelah membaca Al Quran atau satu ayat darinya bukanlah hal yang asing di kalangan kita kaum muslimin. Dari anak kecil sampai orang tua, pria atau wanita sudah biasa mengucapkannya. Dan sangat sungguh disedihkan, para qori Al Quran dan para khotib di mimbar-mimbar juga mengucapkannya bila selesai membaca satu atau lebih ayat Al Quran. Ada apa memangnya dengan kalimat itu?

Mengucapkan “sodaqollahul adzim” setelah selasai membaca Al Quran baik satu ayat atau lebih adalah suatu hal yang tidak ada tuntunan dalam syariat Islam, lalu darimanakah hal ini bisa muncul dikalangan umat Islam Indonesia…. Untuk lebih meyakinkan kita, sebagai Umat Islam kita harus bertindak berdasarkan Ilmu yang berlandaskan pada Kitabullah dan Sunnah rasulNya yang shohih.

Sahabat Ibnu Mas’ud telah berkata, “Ikutilah, dan jangan kalian membuat perkara baru !”. Suatu peringatan tegas dimana kita tidak perlu untuk menambah–nambah sesuatu yang baru atau bahkan mengurangi sesuatu dalam hal agama. Banyak ide atau atau anggapan–anggapan baik dalam agama yang tidak ada contohnya bukanlah perbuatan terpuji yang akan mendatangkan pahala, tetapi justru yang demikian itu berarti menganggap kurang atas syariat yang telah dibawa oleh Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam, dan bahkan yang demikian itu dianggap telah membuat syariat baru. Seperti perkataan Iman Syafi’i, ”Siapa yang membuat anggapan-anggapan baik dalam agama sungguh ia telah membuat syariat baru.”

Berkenaan Dengan Mengucapkan “sodaqollahul adzim” Marilah Kita Simak Dalil Berikut Ini

Pertama
Dalam shahih Bukhori no. 4582 dan shahih Muslim no. 800, dari hadits Abdullah bin Mas’ud berkata, yang artinya: “Berkata Nabi kepadaku, “Bacakanlah padaku.” Aku berkata, “Wahai Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam, apakah aku bacakan kepadamu sedangkan kepadamu telah diturunkan?” beliau menjawab, “ya”. Maka aku membaca surat An Nisa hingga ayat “Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).” (QS: An Nisa: 41) beliau berkata, “cukup”. Lalu aku (Ibnu Masud) menengok kepadanya ternyata kedua mata beliau berkaca-kaca.”

Sahabat Ibnu Mas’ud dalam hadits ini tidak menyatakan “sodaqollahul adzim” setelah membaca surat An Nisa tadi. Dan tidak pula Nabi memerintahkannya untuk menyatakan “sodaqollahul adzim”, beliau hanya mengatakan kepada Ibnu Mas’ud “cukup”.

Kedua
Diriwayatkan oleh Bukhori dalam shahihnya no. 6 dan Muslim no. 2308 dari sahabat Ibnu Abbas beliau berkata, yang artinya: “Adalah Rasulullah ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam orang yang paling giat dan beliau lebih giat lagi di bulan ramadhan, sampai saat Jibril menemuinya –Jibril selalu menemuinya tiap malam di Bulan Ramadhan- bertadarus Al Quran bersamanya”.

Tidak dinukil satu kata pun bahawa Jibril atau Nabi Muhammad ketika selesai qiroatul Quran mengucapkan “sodaqollahul adzim”.

Ketiga
Diriwayatkan oleh Bukhori dalam shahihnya no. 3809 dan Muslim no. 799 dari hadits Anas bin Malik radiyallahu anhuma, yang artinya: “Nabi berkata kepada Ubay, “Sesungguhnya Alloh menyuruhku untuk membacakan kepadamu “lam yakunil ladzina kafaru min ahlil kitab” (“Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya)…”) (QS: Al Bayyinah: 1). Ubay berkata, ”menyebutku ?” Nabi menjawab, “ya”, maka Ubay pun menangis”. Nabi tidak mengucapkan “sodaqollahul adzim” setelah membaca ayat itu.

Keempat
Diriwayatkan oleh Bukhori dalam shahihnya no. 4474 dari hadits Raafi’ bin Al Ma’la radiyallahu anhuma bahwa Nabi ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam bersabda, yang artinya: “Maukah engkau kuajari surat yang paling agung dalam Al Quran sebelum aku pergi ke masjid ?” Kemudian beliau (Nabi) pergi ke masjid, lalu aku mengingatkannya dan beliau berkata, “Alhamdulillah, ia (surat yang agung itu) adalah As Sab’ul Matsaani dan Al Quranul Adzim yang telah diberikan kepadaku.” Beliau tidak mengatakan “sodaqollahul adzim”.

Kelima
Terdapat dalam Sunan Abi Daud no. 1400 dan Sunan At Tirmidzi no. 2893 dari hadits Abi Hurairah dari Nabi ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda, yang artinya: “Ada satu surat dari Al Quran banyaknya 30 ayat akan memberikan syafaat bagi pemiliknya –yang membacanya/ mengahafalnya- hingga ia akan diampuni, “tabaarokalladzii biyadihil mulk” (“Maha Suci Alloh yang ditanganNyalah segala kerajaan…”) (QS: Al Mulk: 1).
Nabi tidak mengucapkan “sodaqollahul adzim” setelah membacanya.

Keenam
Dalam Shahih Bukhori no. 4952 dan Muslim no. 494 dari hadits Baro’ bin ‘Ajib berkata, yang artinya: “Aku mendengar Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam membaca di waktu Isya dengan “attiini waz zaituun” , aku tidak pernah mendengar seorangpun yang lebih indah suaranya darinya”. Dan beliau tidak mengatakan setelahnya “sodaqollahul adzim”.

Ketujuh
Diriwatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya no. 873 dari hadits Ibnat Haritsah bin An Nu’man berkata, yang artinya: “Aku tidak mengetahui/hafal “qaaf wal qur’aanil majiid” kecuali dari lisan rasulullah, beliau berkhutbah dengannya pada setiap Jumat”.

Tidak dinukil beliau mengucapkan setelahnya “sodaqollahul adzim” dan tidak dinukil pula ia (Ibnat Haritsah) saat membaca surat “qaaf” mengucapkan “sodaqollahul adzim”.

Jika kita mau menghitung surat dan ayat-ayat yang dibaca oleh Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa Sallam dan para sahabatnya serta para tabiin dari generasi terbaik umat ini, dan nukilan bahwa tak ada satu orangpun dari mereka yang mengucapkan “sodaqollahul adzim” setelah membacanya maka akan sangat banyak dan panjang. Namun semoga cukuplah bagi kita yang dinukilkan diatas dari mereka yang menunjukkan bahwa mengucapkan “sodaqollahul adzim” setelah membaca Al Quran atau satu ayat darinya adalah perkara yang baru yang tidak pernah ada dan di dahului oleh genersi pertama serta tidak pernah menjadi tuntunan umat Islam.

Satu hal lagi yang perlu dan penting untuk diperhatikan bahwa meskipun ucapan “sodaqollahul adzim” setelah qiroatul Quran adalah tidak ada tuntunannya dalam Islam, namun kita wajib meyakini dalam hati perihal maknanya bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala maha benar dengan seluruh firmannya, Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan siapa lagi yang lebih baik perkataanya daripada Alloh Subhanahu wa Ta’ala”, dan Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan siapa lagi yang lebih baik perkataanya dari pada Alloh Subhanahu wa Ta’ala”.

Semoga Alloh Subhanahu wa Ta’ala senantiasa mengokohkan kita diatas Al Kitab dan Sunnah dan Istiqomah diatasnya. Wal ilmu indallah.

UNTUK LEBIH LENGKAPNYA KLICK DISINI......