Sebagian besar kaum muslimin mempunyai keyakinan bahwa makna “’Iedul Fithri” adalah hari kembali ke fithrah (suci). Ungkapan-ungkapan ini, semakin tidak asing lagi ketika menjelang Romadhon berakhir, baik dari para khotib/penceramah sampai berbagai tayangan atau tulisan baik di media elektronik, media cetak dan spanduk-spanduk serta lainnya.
Terlepas dari berbagai hal yang disebut dengan tradisi, maka perlu kita teliti kembali makna ‘Iedul Fithri secara bahasa dan secara syara’/agama. Dengan harapan, kita memiliki sebuah acuan yang lebih baik dan sesuai dengan suri tauladan Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.
Secara bahasa, ‘Ied berasal dari kata ‘aada, ya’uudu, ‘audatan yang artinya kembali. Sedangkan al-fithru artinya adalah al-ifthaar yang berarti berbuka atau kasru as-shaum yaitu pembatalan puasa. (Lihat Al Mu’jamu al-wasiithu dan kamus Arab-Indonesia Al ‘Ashri dan Al-Munawwir). Jadi ‘Iedul Fithri adalah hari raya kembali berbuka setelah berpuasa selama sebulan penuh.
Sehingga sangat jelas, secara bahasa bahwa al-fithru artinya al-ifthaar yang berarti berbuka. Bukan yang dikatakan sebagian orang yang menyatakan bahwa al-fithru (Fitri/Fithri) berarti suci, sifat pembawaan yang ada sejak lahir. Karena sangat jelas perbedaan kata antara keduanya. Al-Fithru (untuk Fitri/Fithri), huruf penyusunnya adalah fa-tha-ra, sedangkan Al-Fithrah (untuk Fitrah/Suci), huruf penyusunnya adalah fa-tha-ra-ta murbuuthah.
Sayangnya, dalam 2 kamus besar Arab-Indonesia (yang sangat banyak sekali manfaatnya sehingga banyak dijadikan referensi oleh umat Islam Indonesia, semoga Alloh Subhaanahu wa Ta’ala memberikan ganjaran kepada penyusunnya dengan sebaik-baik ganjaran… amin) makna ‘Iedul Fithri diartikan hanya sebagai istilah saja, tidak diartikan secara bahasa. Makna atau arti ‘Iedul Fithri di kamus tersebut tertulis hari ‘Idul Fithri atau hari raya lebaran.
Sedangkan menurut syara’, telah dating hadits dari Abu Hurairah, dia berkata, yang artinya: “Rasululloh Shollallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda: (‘Iedul) Fithri adalah hari kalian berbuka dan (‘Iedul) Adha adalah hari kalian menyembelih hewan (kurban)” (HR: Ibnu Majah no. 1660).
Lalu bagaimana dengan kaum muslimin yang berpendapat bahwa ‘Iedul Fithri adalah hari raya kembali menjadi suci (fithrah) karena telah diampuni dosa-dosa kita sebagaimana hadits-hadits yang berbicara tentang pengampunan dosa dan dikabulkannya do’a serta pembebasan dari api neraka karena bulan Romadhon.
Maka, lihatlah diri kita apakah selama bulan Romadhon ini kita telah beribadah dan beramal dengan Ikhlas, penuh keimanan, ihtisab serta sesuai dengan tuntunan Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam?
Bukankah suri tauladan kita telah menjelaskan bahwa ‘Iedul Fithri adalah hari raya berbuka? Dan bukan berarti dengan kita memaknai ‘Iedul Fithri dengan hari raya kembali menjadi suci/fitrah (sifat pembawaan yang ada sejak lahir sehingga tidak mempunyai dosa). Wallohu ‘alam. Kita hanya bisa berdo’a agar dosa-dosa kita benar-benar diampuni.. Amiin. Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab
(Sumber Rujukan: Al Mu’jamu al-wasiithu, kamus Arab-Indonesia Al ‘Ashri dan Al-Munawwir, Makalah Beberapa Catatan Kaki Tentang ‘Iedul Fithri, Buletin An-Naba Masjid Kampus UGM, Buletin An-Nahl, MediaMuslim.Info)
0 komentar:
Posting Komentar